TOP 9 - 2017 : BECEKAN PADA PENDIRIAN TEMPAT IBADAH: ANTARA FILOSOFI, HISTORIS DAN KENISCAYAAN BUDAYA

Jum'at, 01 September 2017 - 16:47 WIB
Gotong-royong (becekan) sebagai capital social dalam pembangunan

BECEK’AN PADA PENDIRIAN TEMPAT IBADAH: ANTARA FILOSOFI, HISTORIS DAN KENISCAYAAN BUDAYA

DI DESA KARANGTURI (MUNJUNGAN)

 

Kategori Inovasi:

Peringkat 2 : Pelaksanaan Pembangunan Desa

 

Masyarakat Desa Karangturi merupakan penduduk perdesaan yang mempunyai rasa gotong-royong tinggi. Sambatan merupakan gotong royong warga untuk membantu dalam pengerjaan suatu bangunan yang bersifat umum atau pribadi yang dikerjakan secara bersama-sama. Kata ‘sambatan’ terkenal di wilayah pulau jawa khususnya wilayah perdesaan yang masyarakatnya kebanyakan masih menjunjung tinggi rasa gotong-royong saling membantu sesama.

Sambatan berkembang pesat pelaksanaannya bukan hanya bentuk bantuan tenaga saja tetapi dalam perkembangannya juga bantuan secara material (uang) biasanya dalam hal hajatan warga (pernikahan, khitanan, ulang tahun, dsb). Dalam hal bantuan material (uang) biasa terkenal dengan sebutan ‘Becekan’ yang ada hanya berada diwilayah Jawa Timur. Kegiatan becekan banyak sekali ditemukan di wilayah Jawa Timur. Becekean merupakan budaya masyarakat Jawa Timur untuk mempererat tali persaudaraan, memperbanyak silaturohmi antar sesama.

Dengan becekan yang dulunya belum kenal berubah mnjadi kenal, yang dahulunya ada masalah pribadi jarang bertemu menjadi bertemu kembali saling sapa. Budaya becekan berkembang pesat seiring kemajuan jaman. Bukan hanya becekan pada acara hajatan nikah, khitanan tapi karena menjamurnya budaya becekan dan melekatnya pada budaya pada masyarakat, sekarang becekan juga berlaku pada kegiatan pendirian masjid, mushola, madrasah dan langgar.

Kegiatan becekan pada pendirian masjid, mushola, madarasah, langgar itu satu-satunya di Indonesia dan satu-satunya yang berada di Jawa Timur dan satu-satunya di Kabupaten Trenggalek, hanya berada di Kecamatan Munjungan terutama di wilayah Desa Karangturi. Budaya becekan pada pendirian masjid, mushola, madrasah/diniyah, langgar menjadi Icon di Desa Karangturi, bahkan desa atau wilayah kecamatan lain ingin mengikuti budaya ini tidak mampu karena kultur peradaban budayanya yang berbeda.

 

LATARBELAKANG

Di daerah pedesaan, termasuk Desa Karangturi, masalah utama di desa banyaknya jumlah masjid, mushola, langgar dan madrasah/diniyah di setiap Wilayah Dusun yang perlu perawatan, renovasi, dan pendirian bangunan baru yang membutuhkan biaya yang besar.

Masyarakat sulitnya mencari bantuan untuk pendirian kegiatan tempat ibadah. Umumnya  sumber dana yang dimiliki oleh warga sekitar masjid, mushola, langgar, madrasah/diniyah masih amat kurang.

Karena itulah muncul inovasi budaya masyarakat yang berupa tradisi ‘becekan’ pada pendirian tempat ibadah. Inovasi ini dianggap mampu memecahkan masalah atau memanfaatkan keunggulan budaya yang ada di desa Karangturi.

Melalui kegiatan semaan Al qur’an, tabligh akbar, undangan secara khusus kepada ta’mir masjid, mushola, langgar, kepala instansi, serta kegiatan-kegiatan keagamaan disiarkan secara umum tentang pendirian kegiatan ibadah tersebut dengan harapan jama’ah tersebut menyumbang secara sukarela untuk pendirian tempat ibadah tersebut.

Desa dan masyarakat bersama-sama membudayakan kegiatan Becekan tersebut dengan cara pendekatan membantu pendirian tempat ibadah lainnya bukan hanya di wilayah satu desa tetapi antar desa, dengan harapan bila di suatu saat di wilayah Desa Karangturi ada pendirian tempat ibadah saudara yang lain desa mau bergantian untuk membantu.

Tujuan utama dari kegiatan Becekan adalah untuk mempererat silaturrohmi antar  sesama, menciptakan suasana yang nyaman dalam beribadah, mempererat tali persaudaran saling membantu antar umat beragama bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Becekan pada pendirian tempat ibadah dikatakan kreatif karena kegiatan Becekan pada pendirian tempat ibadah merupakan pengembangan kegiatan diwilayah desa yang lain yang ada hanya diwilayah Kecamatan Munjungan.

Selain itu, lingkup keterlibatan masyarakat dalam kegiatan Becekan cukup luas dan kuat, perlu perencanaan yang matang persiapan tempat (Terop, meja kursi) serta hidangan (makanan, minuman, jajan dsb) karena pengerahan masa yang sangat benyak, yang hadir lingkup masyarakat se-Kecamatan Munjungan.

 

PELAKSANAAN

Langkah-langkah utama (kronologi) pelaksanaan kegiatan Becekan pada pendirian tempat ibadah adalah sebagai berikut:

  • Panitia Pembangunan bersama Pemdes mengumpulkan warga untuk perencanaan perenovasian atau pendirian tempat ibadah tersebut;
  • Pengumpulan iuran swadaya masyarakat sekitar tempat pendirian tempat ibadah sebagai pancingan atau stimulan untuk pendirian bangaunan semampunya dengan swadaya murni masyarakat mulai tenaga dan biaya;
  • Swadaya tenaga dibuat secara bergilir setiap hari ada kelompok masyarakat mulai tukang dan pekerja secara bergilir;
  • Setelah bangunan setengah jadi atau belum sempurna tetapi dana sudah habis panitia mengumpulkan masyarakat untuk menentukan hari pelaksanaan kegiatan Becekan serta membentuk tim kecil sebagai panitia hajatan tersebut, mulai tim pengantar undangan, tim persiapan tempat (mulai penyediaan tempat hajadtan, persewaan terob, meja, kursi, sound sitem, serta hiburan), tim penerima tamu, tim penyiapan jamuan/hidangan (Makanan, minuman, jajan), semuanya dipersiapkan secara matang;
  • Pada hari pelaksanaan berlaku mulai 1 hari sebelum hari hajatan (manggulan) sampai hari pelaksanaan Becekan mulai pagi sampai dengan malam.

 

Pemangku kepentingan dan pihak yang berpartisipasi dalam pelaksanaan inovasi berupa kegiatan ‘Becekan’ pada pembangunan tempat ibadah ini adalah:

  • Kepala Desa sebagai pelindung dan pembina;
  • Sekretaris Desa dan perangkatnya, sebagai pihak yang ikut dalam kepanitian dan suport kegiatan;
  • BPD, LPM, dan unsur masyarakat yang  mendukung Inovasi kegiatan Becekan;
  • Panitia kegiatan, yaitu  yang menyusun Anggaran dan perencanaan kegiatan;
  • Masyarakat, yaitu pihak  yang melaksanakan kegiatan baik secara gotong royong.

 

Sumber daya  yang digunakan untuk mewujudkan inovasi desa ini antara lain:

  • Anggaran, yang berasal swadaya murni Masyarakat.
  • Teknologi, tidak ada teknologi khusus yang digunakan.
  • Tenaga kerja berasal dari masyarakat di sekitar lokasi, ada yang dibayar (sebagian khususnya tukang utama) dan ada yang gotong-royong tergantung kesepakatan masyarakat lokasi kegiatan.

 

Cara agar sumberdaya tersebut bisa dimobilisasi guna mendorong keberlanjutan Inovasi Becekan adalah memasyarakatkan kegiatan tersebut kepada seluruh masyarakat se-Kecamatan munjungan dan memperkenalkan kegiatan Becekan tersebut ke luar wilayah Kecamatan Munjungan.

 

 

MANFAAT YANG DICAPAI

Sebagai sebuah tradisi yang keunggulannya dimanfaatkan, becekan dalam membangun tempat ibadah di Desa Karangturi Kecamatan Munjungan memperlihatkan hasil yang bisa dilihat secara konkrit, misalnya,  antara lain:

  • Terbangunnya tempat-tempat ibadah segingga kegiatan keagamaan dapat berjalan lancar;
  • Partisipasi masyarakat yang luas karena bisa dikerjakan oleh segenap masyarakat secara langsung tanpa tehnologi dan keahlian khusus, termasuk kaum ibu-ibu dan masyarakat miskin;
  • Sampai dengan saat ini banyak berdiri bangunan tempat ibadah, madrasah/diniyah di berbagai wilayah desa Karangturi;
  • Dengan adanya kegiatan Becekan mempercepat pembangunan tempat ibadah, karena sangat terbantu dalam hal pengumpulan sumbangan baik dalam bentuk uang maupun bahan material;
  • Sumbangan bukan hanya uang tapi bagi ibu-ibu juga membantu membawa beras, gula jajan dsb yang nantinya bisa ditukar/dijual kembali dibelikan bahan material untuk kegiatan pembangunan sarana ibadah tersebut.

 

Sistem atau mekanimse yang dijalankan untuk memantau kemajuan dan mengevaluasi inovasi berupa Becekan dalam pembangunan tempat inadah tersebut, antara lain:

  • Proses pemantauan dan evaluasi perkembangan inovasi kegiatan Becekan, adalah menugaskan Kepala Dusun untuk memantau pelaksanaan kegiatan pendirian tempat ibadah di wilayah masing-masing dan melaporkan/menginformasikan kepada Kepala Desa;
  • Instrumen atau alat bantu yang digunakan untuk pemantauan dan evaluasi adalah Rembug Desa dan acara kegiatan keagamaan. Acara Rembug Desa dan kegiatan keagamaan rutinan dimanfaatkan salah satunya sebagai kesempatan untuk memantau hasil kegiatan Becekan untuk pendirian sarana tempat ibadah.

 

Tetu saja ada kendala yang dihadapi dan hal itu bisa diatasi.  Permasalahan dalam Inovasi Kegiatan Becekan adalah bila kegiatan tersebut berada  di wilayah yang lokasinya sulit,  terutama wilayah pegunungan tidak adanya tempat parkir karena para penyumbang becekan tersebut biasanya datang secara bersamaan membawa mobil secara carter dari berbagai desa se-Kecamatan Munjungan. Karena lokasi yang sulit, sehingga untuk menuju lokasi kegiatan becekan tersebut harus jalan kaki karena akses menuju kegitan tersebut sangat sempit.

Yang jelas inovasi budaya ini membawa manfaat yang sangat nyata.   Contoh konkrit yang dirasakan masyarakat setelah inovasi ini diterapkan, antara lain semakin mudah mencari sumbangan dalam pendirian maupun renovasi tempat ibadah. Semakin banyaknya tempat-tempat ibadah yang dijumpai di Desa Karangturi. Mau beribadah pun nyaman. Sehingga, menciptakan kerukunan antar sesama dan antar umat beragama, memupuk rasa saling membantu dan tolong menolong menguatkan sifat gotong-royong di masyarakat.

Dulunya , sebelum inovasi ini diterapkan, banyak tempat-tempat ibadah yang sangat tua karena sulit untuk merenovasi karena kerbatasan biaya. Waktu itu di Desa Karangturi kekurangan  tempat-tempat ibadah dan tempat ibadah jaraknya jauh. Waktu itu juga kesulitan mencari bantuan (sumbangan) kepada dermawan (donatur) untuk pendirian tempat ibadah. Kibatnya, masyarakat jarang ke tempat ibadah karena letaknya jauh.

Berbeda setelah Inovasi Kegiatan Becekan itu diterapkan. Kini banyak tempat ibadah yang berdiri dan bagus karena sudah menggunakan desain serta rancangan yang matang. Banyak dibangun tempat-tempat ibadah baru di setiap wilayah di desa Karangturi. Semakin mudah dalam mencari bantuan/sumbangan karena sistem becekan bersifat sumbangan dan bisa bergantian ke tempat yang lain. Karena banyaknya tempat ibadah, hal itu  memudahkan masyarakat dalam hal beribadah tanpa pergi ketempat yang jauh.

 

TINDAKLANJUT DAN PENGEMBANGAN

Sebagai sebuah pemanfaatan atau rekayasa budaya yang bermanfaat bagi masyarakat,  inovasi budaya desa Karangturi ini dapat direplikasi (diadopsi) di desa lain. Tetapi agar  inovasi Kegiatan Becekan tersebut dapat direplikasi (diterapkan) di desa lain, perlu diperhatikan hal-hal berikut:

  • Sosialisasi kepada masyarakat melaluhi rembuk Desa, Tabligh akbar, kegiatan ibadah Rutinan dll;
  • Merubah cara berfikir masyarakat dalam mengembangkan budaya becekan bukan hanya pada hajatan perkawinan, khitanan dsb tapi dikembangkan dalam pendirian tempat ibadah;
  • Kultur budaya pada masyarakat sangat berbeda antara daerah satu dengan daerah yang lain, yang perlu ditanamkan adalah rasa saling membatu bergotong-royong dan mementingkan kepentingan bersama dari pada kepentingan individu;
  • Menghidupkan lagi budaya tanah jawa yaitu budaya sambatan yang sekarang mulai luntur terutama diwilayah perkotaan.
  • Untuk wilayah baru yang belum pernah ada kegiatan becekan harus bekerja keras dan mau ambil resiko untuk mempopulerkan kegiatan ini dengan cara pendekatan kemasyarakat melaluhi kegiatan rutinan (yasinan, sema’an Al qur’an), tabligh akbar, memberikan undangan kepada para tokoh masyarakat, tokoh agama, takmir masjid/mushola/langgar, kepala instansi pemerintahan dll supaya menggerakkan santri/kaum/bawahanya untuk ikut mensukseskan kegiatan ini.

 

Upaya yang perlu dilakukan agar inovasi desa ini berkelanjutan (terus dijalankan hingga

menghasilkan manfaat secara optimal), antara lain:

  • Dukungan kebijakan, yaitu upaya pemerintah mempopulerkan kegiatan Becekan dalam setiap forum dan luar Wilayah Kecamatan munjungan melaluhi kegiatan kepemerintahan;
  • Bermasyarakat, yaitu  mengajak para tokoh masyarakat, tokoh agama, takmir masjid/mushola/langgar dan masyarakat untuk bersama pemdes dalam menghadiri kegiatan Becekan di wilayah lain secara terkoordinir;
  • Dukungan budaya, yaitu menggalakkan partisipasi masyarakat dan gotong-royong masyarakat;
  • Sokongan lingkungan, yaitu mendorong lingkungan yang damai dengan hubungan yang harmonis antar umat beragama, tenang dalam beribadah mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi.

 

Sebagai sebuah rekayasa budaya, inovasi  berupa pemanfaatan atau menghidupkan lagi tradisi becekan dalam pembagunan tempat ibadah ini memberikan inspirasi dan pembelajaran yang berharga.  Pembelajaran berharga yang dapat dipetik dari inovasi kegiatan Becekan ini, antara lain:

  • Pembelajaran pertama, yakni kegiatan ini memerlukan perencanaan yang matang dan memerlukan kepanitiaan yang solid;
  • Pembelajaran kedua,  menumbuhkan rasa persaudaraan yang tinggi di masyarakat, bekerjasama, saling membantu, gotong-royong serta membuat suasana yang harmonis dalam hubungan sesama manusia;
  • Pembelajaran yang ketiga,  pengerahan masa yang sangat banyak karena meliputi seluruh desa se-Kecamatan Munjungan memerlukan kerjasama antar panitia dengan pemdes dan instansi yang terkait, shingga semua merasa terlibat rasa memiliki dan bekerjasama dengan baik.

 

Kunci sukses dari inovasi Kegiatan Becekan ini, antara lain:

  • Kepanitian yang siap dan matang dari perencanaan dan pelaksanaan;
  • Komitmen Pemerintah Desa yang kuat;
  • Kesadaran dan dukungan stakeholders desa (BPD /lembaga desa terkait) dan masyarakat.

 

Inovasi kegiatan Becekan merupakan kultur budaya masyarakat perdesaan yang menjunjung tinggi rasa persaudaraan merasa senasib sepenanggungan, gotong-royong hidup bersama dan mempererat tali silaturrahmi antar umat beragama dan menjadi ciri khas budaya Indonesia khususnya di Jawa yang satu-satunya ada di Jawa Timur, satu-satunya di Kabupaten Trenggalek, dan satu-satunya hanya di wilayah Kecamatan Munjungan.

Berikut hasil nyata dari kegiatan Becekan pembangunan tempat ibadah di Desa Karangturi :

  1. Masjid Biturrahman Dusun Krajan, 2016

          - Uang : Rp. 88.508.000,-

          - Beras : 4.012 Kg

          - Gula : 50 Kg

  1. Masjid Sifa’ul Qulub Dusun Krajan, 2014

- Uang : Rp. 90.115.000,-

- Beras : 3.952 Kg

- Gula : 48 Kg

         2. Mushola Al Muslimun Dusun Nayu, 2016

- Uang : Rp. 81.150.000,-

- Beras : 4.122 Kg

- Gula : 35 Kg

          3. Mushola Nurut Taqwa Dusun Nayu, 2016

- Uang : Rp. 78.799.000,-

- Beras : 4.427 Kg

- Gula : 42 Kg

          4. Mushola Bumi Sholawat Dusun Nayu, 2014

- Uang : Rp. 60.109.000,-

- Beras : 2.100 KG

- Gula : -

         5. Mushola Darussalam Dusun Krajan, 2014

- Uang : Rp. 68.109.000,-

- Beras : 3.100 KG

- Gula : -

6. Mushola Baitul Makmur Dusun Kalibening, 2014

- Uang : Rp. 17.109.000,-

- Beras : 2.880 KG

- Gula : 34 Kg

           7. Masjid Attaqwa Dusun Kalibening, 2015

- Uang : Rp. 61.230.000,-

- Beras : 3.846 KG

- Gula : 51 KG

         8. TPA Al Ikhlas Dusun Krajan, 2014

- Uang : Rp. 27501.000,-

- Beras : 1.532 KG

- Gula : 51 KG

         9. Mushola Darul Munajjah Dusun Kebonsari, 2014

- Uang : Rp. 56.400.000,-

- Beras : 2.632 KG

- Gula : 51 KG